Bakat sudah ada sejak lahir. itulah yang membawa saya untuk menulis lebih jauh tentang bagian unik dari manusia ini. setiap orang berdampingan dengan kemampuan yang dimiliki. Namun ada hal yang perlu dipahami bahwa, bakat itu seumpama pedang//pisau. Apabila sering diasah, maka berkilaulah pedang itu, begitu juga sebaliknya. Mungkin semua orang bisa memberikan perumpamaan untuk itu.
Bakat
adalah kemampuan khusus yang menonjol di antara berbagai jenis
kemampuan yang dimiliki seseorang. Kemampuan khusus itu biasanya
berbentuk keterampilan atau suatu bidang ilmu, misalnya kemampuan
khusus (bakat) dalam bidang seni musik, seni suara, olahraga,
matematika, bahasa, ekonomi, teknik, keguruan, sosial, agama, dan
sebagainya. Seseorang umumnya memiliki bakat tertentu yang terdiri
dari satu atau lebih kemampuan khusus yang menonjol dari bidang
lainnya. Tetapi ada juga yang tidak memiliki bakat sama sekali,
artinya dalam semua bidang ilmu dan keterampilan dia lemah. pula
sebagian orang memiliki bakat serba ada, artinya hampir semua bidang
ilmu dan keterampilan, dia mampu dan menonjol. Ornag seperti itu
tergolong istimewa dan sanggup hidup di mana saja.
Mari kita bahas lebih jauh......
Bentuk – bentuk Bakat
Seandainya ada polling yang
menanyakan tentang masalah apa saja yang dihadapi orang
remaja-dewasa, boleh jadi masalah menemukan bakat termasuk yang
populer, selain masalah stress akibat putus cinta atau masalah
strategi menggaet calon kekasih. Menurut hasil renungan Dale
Carnegie, yang diresahkan oleh manusia di dunia ini adalah dua hal.
Pertama, manusia selalu resah tentang sebutan apakah yang nanti akan
saya sandang sebelum mayat saya dikebumikan. Apakah saya seorang
dokter, pengusaha, penulis, pegawai, wanita karir, dosen, guru,
presenter, atau apa ya….?
Kedua, manusia resah tentang
siapakah pasangan saya nanti? Manusia model seperti apakah yang akan
menjadi ayah atau ibu dari anak saya? Apakah jodoh saya nanti orang
yang baru saya kenal ataukah orang yang sudah saya kenal sebelumnya?
Resah di sini punya pengertian bukan bingung atau sedih, tetapi resah
dalam arti sebuah kondisi batin yang dihasilkan dari munculnya tanda
tanya yang selalu mendorong kita untuk menemukan jawabannya.
Nah, kembali pada soal bakat,
sebenarnya apa sih bakat itu? Apakah saya punya bakat? Makhluk
semesterius apa sih bakat itu? Dimana bakat saya? Bagaimana cara
menemukannya? Kepada siapa sebetulnya saya harus bertanya tentang
bakat saya? Dan seterusnya.
Sebelum kita membahas
pertanyaan-pertanyaan semacam di atas, saya ingin mengatakan bahwa
bakat menurut penjelasan teoritisnya memang punya wilayah bahasan
yang cukup luas. Di dalam literatur ilmiah, ada istilah talent, ada
istilah giftedness, ada istilah traits, ada istilah intelligence
seperti dalam “multiple intelligence, aptitude, dan seterusnya.
Selain harus berurusan dengan istilah-istilah yang mungkin tidak
dimengerti bagi kebanyakan orang, pun juga tidak semua orang “boleh”
memberikan penilaian tentang bakat seseorang. Hanya bagi orang-orang
yang sudah bersertifikat di bidang ini yang “disahkan” memberikan
penilaian.
Tetapi, bakat dalam pengertian
bahasa atau dalam pengertian yang umum kita pahami, adalah kelebihan
/ keunggulan alamiah yang melekat pada diri kita dan menjadi pembeda
antara kita dengan orang lain. Kamus Advance, misalnya, mengartikan
talent dengan “natural power to do something well.” Dalam kamus
Marriam-Webster’s, dikatakan “natural endowments of person.”
Dalam percakapan sehari-hari kita sering mengatakan si anu berbakat
di nyanyi, di bisnis, di IT dan seterusnya.
Rupanya, bakat dalam
pengertian kedua ini juga dipakai oleh Thomas Amstrong, pakar
pendidikan dari yang sering berkolaborsi dengan Howard Gardner dalam
membahas kecerdasan. Dalam tulisannya, Little Geniuses, yang pernah
diterbitkan majalah Parenting (1989), ia menjelaskan, bakat manusia
bisa muncul dalam berbagai bentuk. Perhatikan daftar kemampuan
(ability) di bawah ini lalu deteksi mana yang paling kuat di dalam
diri Anda:
-
Acting Ability (akting / gerakan)
-
Adventuresomeness (kepetualangan)
-
Aesthetic perceptiveness (estitika)
-
Artistic Talent (artistik)
-
Athletic prowess (ke-atlit-an)
-
Common sense (pengetahuan umum)
-
Compassion (peduli orang lain, mudah tersentuh)
-
Courage (keberanian)
-
Creativity (kreativitas)
-
Emotional maturity (kematangan emosi)
-
Excellent memory (kehebatan menyimpan data / menghafal)
-
Imagination (imajinasi)
-
Inquiring mind (keingintahuan)
-
Intuition (intuisi)
-
Inventiveness (daya cipta, penemuan)
-
Knowledge of a given subject (Pengetahuan spesifik)
-
Leadership abilities (kepemimpinan)
-
Literary aptitude (bakat kesastraan)
-
Logical-reasoning ability (kemampuan berlogika)
-
Manual dexterity (ketangkasan manual / ketrampilan tangan)
-
Mathematical ability (kemampuan matematis)
-
Mechanical know-how (penguasaan mekanis)
-
Moral character (karakter moral)
-
Musicality (permusikan)
-
Passionate interest in a specific topic (kegairahan mengikuti / mendalami topik tertentu)
-
Patience (kesabaran)
-
Persistence (ketangguhan)
-
Physical coordination (kerapian fisik)
-
Political astuteness (kelihaian berpolitik)
-
Problem-solving capacity (kemampuan menghadapi masalah)
-
Reflectiveness (kemampuan merefleksikan)
-
Resourcefulness (kepandaian mengatasi masalah)
-
Self-discipline (disiplin-diri)
-
Sense of humor (naluri melucu)
-
Social savvy (pemahaman sosial)
-
Spiritual sensibility (ketajaman spiritual)
-
Strong will (kemauan keras)
-
Verbal ability (kemampuan mengungkapkan secara verbal)
Daftar di atas baru sebagian
dari sekian. Masih banyak kemampuan alamiah manusia yang belum atau
tidak bisa dijabarkan. Dan lagi, kalau kita perhatikan praktek hidup,
amat sangat jarang ada orang yang hanya diberi satu kemampuan dari
daftar di atas. Dalam diri setiap manusia ada sekian kemampuan dari
daftar di atas. Orang yang hebat di bidang IT tidak berarti hanya
dibekali kemampuan tekun dalam meng-otak-atik komputer. Ia juga punya
kemauan keras, punya disiplin, kreatif, mau mempelajari hal-hal baru
dan seterusnya. Seorang tokoh agama tidak berarti hanya dibekali
kemampuan spiritual sensibility saja. Ia juga punya kemampuan lain
yang mendukung keunggulannya, seperti verbal, sosial, dan lain-lain.
Hal lain yang perlu kita ingat
adalah penjelasan Dr. Sternberg, pakar Psikologi dari (Practical
Intelligence, John Meunier, Fall, 2003)). Selama bertahun-tahun
mengkaji kemampuan manusia, ia berkesimpulan bahwa kemampuan manusia
itu bukanlah sebuah kemampuan yang sifatnya sudah pada satu bentuk
atau titik tertentu (not fixed ability), tetapi sebuah kemampuan yang
sifatnya terus berkembang (developing abilities).
Antara potensial & Aktual
Untuk meng-aktual-kan energi
potensial itu dibutuhkan pembangkit, pengolahan atau pendeknya bisa
disebut proses aktualisasi. Proses aktualisasi seperti apa saja yang
bisa kita lakukan? Di bawah ini saya mencoba mendaftar proses yang
bisa kita lakukan berdasarkan temuan ilmiyah para ahli atau juga
pengalaman orang lain yang sudah menemukannya:
-
Hasrat sejati (inner calling)
Di
sini yang perlu kita lakukan adalah menemukan keinginan-keinginan
yang selalu mendorong kita untuk meraihnya atau melakukannya. Konon,
di setiap diri manusia sudah dipasang semacam stasiun radio yang
selalu menyuarakan dorongan kepada kita untuk melakukan sesuatu yang
sifatnya sangat spesifik. Inilah yang disebut hasrat sejati – yaitu
sebuah hasrat yang terus menggelora di dalam diri kita. Supaya hasrat
sejati itu teratur dan tersalurkan, cobalah merumuskan dan
memperjuangkan tujuan hidup yang sudah kita buat berdasarkan
kemampuan kita hari ini. Kesimpulan Mary Lou Retton
mengatakan,“Setiap orang memiliki bara api yang menyala-nyala di
dalam hatinya untuk meraih sesuatu. Tujuan hidup adalah alat untuk
menemukannya dan menjaganya supaya tetap menyala.”
-
Pembuktian diri
Membuktikan
diri artinya kita memunculkan ide, gagasan atau keinginan lalu kita
memperjuangkannya sampai berhasil. Agar kita tidak terlalu sering
gagal, pilihlah yang kira-kira bisa kita lakukan dengan kapasitas
yang kita miliki hari ini. Semakin banyak yang bisa kita
realisasikan, semakin tahu di mana sebetulnya keunggulan dan
kelemahan kita. “Selama Anda belum bisa melihat hasil karya Anda,
selama itu pula Anda belum tahu kemampuan Anda”, pengalaman Martine
Grime. Biasanya, selama kita belum bisa membuktikan apa yang sanggup
kita lakukan (menghasilkan kreasi atau karya), penilaian kita tentang
kemampuan kita masih belum akurat. Terkadang kita hanya merasa mampu
padahal belum tentu kita memiliki kemampuan. Pembuktian adalah jalan
untuk mengetahui apakah kita sudah memiliki kemampuan atau baru
merasa mampu.
-
Perbandingan positif
Ini
juga bisa kita lakukan. Tehniknya, kita dapat membuat perbandingan
antara kita dengan orang lain. Orang lain itu bagaikan cermin buat
kita. Mengetahui di mana keunggulan dan kelemahannya, biasanya akan
menunjukkan di mana keunggulan dan kelemahan kita. Tehnik melihat dan
melakukan sesuatu dengan orang lain (bersinergi atau bekerja sama)
inilah yang pernah dilakukan Bruce Lee. Cuma ada satu yang perlu
dicatat. Model perbandingan yang kita butuhkan adalah perbandingan
positif. Maksudnya, kita membandingkan diri kita dengan orang lain,
bukan untuk tujuan yang macam-macam, tetapi murni untuk memperbaiki
diri.
-
Pengasahan (Practicing)
Konon,
sekitar tahun 1998, tim ahli dari Universitas Exter di Amerika pernah
melakukan studi terhadap kehidupan orang-orang berprestasi, seperti
Mozart, Picasco, dan macam-macam. Hasilnya, mereka merekomendasikan
kepada umat manusia untuk membuang mitos yang selama ini diyakini.
Mitos seperti apa yang biasa kita yakini? Kita sering meyakini bahwa
orang-orang berprestasi tinggi itu meraih prestasinya karena Tuhan
“mengistimewakan” mereka dengan bakat yang dimiliki sementara
kita bukan seperti mereka.
Mengapa keyakinan semacam ini disebut mitos? Telaah di lapangan menyimpulkan, ternyata bukan karena bakat semata yang membuat mereka berhasil. Memang benar, mereka meraih prestasi tinggi karena punya bakat, ada peluang, ada dukungan dan ada pelatihan, tetapi faktor yang paling banyak mendukung keberhasilan mereka adalah “practicing” atau mengasah bakat, keunggulan atau kelebihan alamiah yang melekat pada dirinya.
“Orang selalu berkata kepada saya bahwa bakat saya dan kejelian saya yang menjadi alasan kesuksesan saya. Mereka tidak pernah berkata tentang praktek, praktek, dan praktek yang saya jalankan.” (Ted Williams, 1918).
Mengapa keyakinan semacam ini disebut mitos? Telaah di lapangan menyimpulkan, ternyata bukan karena bakat semata yang membuat mereka berhasil. Memang benar, mereka meraih prestasi tinggi karena punya bakat, ada peluang, ada dukungan dan ada pelatihan, tetapi faktor yang paling banyak mendukung keberhasilan mereka adalah “practicing” atau mengasah bakat, keunggulan atau kelebihan alamiah yang melekat pada dirinya.
“Orang selalu berkata kepada saya bahwa bakat saya dan kejelian saya yang menjadi alasan kesuksesan saya. Mereka tidak pernah berkata tentang praktek, praktek, dan praktek yang saya jalankan.” (Ted Williams, 1918).
-
Penempatan / penyaluran
Tidak
semua keunggulan alamiah itu berada di lokasi yang sangat jauh dari
kita sehingga kita perlu mencarinya setengah mati. kalanya bisa
muncul dari hobi, kegemaran-kegemaran kecil, kegiatan tertentu yang
kita lakukan tanpa beban seperti orang main-main atau dari hal-hal
yang sangat dekat dengan kebiasaan kita sehari-hari. Di sini yang
dibutuhkan adalah menyalurkan atau menempatkannya pada saluran atau
bidang-bidang yang kira-kira menguntungkan kita lalu kita perbaiki
dan kita kembangkan.
Sebagai
tambahan, saya ingin mengutip hasil telaah dua orang pakar dari dunia
yang berbeda. Mudah-mudahan ini juga bisa kita jadikan referensi.
Pertama, dari seorang konsultan olahraga yang banyak menggeluti
kehidupan atlet, Marie Dalloway, Ph.D, (2000-2004). Ia mensyaratkan
adanya hal mendasar bagi seorang atlet untuk mengaktualkan bakat
potensialnya, seperti berikut:
-
Bakat (Talent)
-
Kemauan keras untuk maju (Steel Will).
-
Dedikasi (cinta pekerjaan atau profesi)
-
Pembinaan dan Latihan
-
Training – diri
Sidney
Moon dalam konferensi tahunan kedelapan tentang bakat di Yunani
(2002) menjelaskan bahwa supaya bakat seseorang itu muncul dan
bermanfaat bagi orang itu (ter-aktualkan), maka ini menuntut tiga
hal, yaitu:
-
Kemampuan memahami diri (tahu kelebihan, tahu kelemahan, tahu tujuan, dst)
-
Kemampuan membuat keputusan hidup yang bagus (berpikir positif, ber-aksi positif, bergaul di lingkungan kondusif, dst)
-
Kemampuan menaati disiplin–diri (kemauan, ketekunan, kegigihan, dst)
Harus
diakui memang bahwa ada rahasia Tuhan di balik istilah bakat itu.
Maksud saya, bakat dalam arti keunggulan alamiah (potensi) memang
dimiliki oleh semua orang, tetapi kenyataannya ada orang yang tahu
(“ditunjukkan”) harta karunnya lebih dini sementara yang lain
tidak. bakat tertentu yang punya nilai sendiri untuk masa tertentu
sementara yang lain tidak atau belum. Mengapa ini harus terjadi,
tentu kita tidak tahu seratus persennya. Selamat mengeksplorasi bakat
Anda.
Komentar
Posting Komentar